FRAGMEN CINTA
RUMI- RABIA
Karya : Javed Paul Syatha
Segmen /1/
Di sini, baik cahaya maupun
bayang-bayang adalah tarian cinta. Cinta tak bersebab; ialah pengukur
ketinggian rahasia sepasang kekasih; seperti puisi cinta yang tak mengenal
waktu, dimana kesuatu tempat yang tak terlukiskan. Sampai-sampai setiap saat
menjadi penuh kemegahan oleh cahaya cinta.
Tapi tubuh siapa gemulai dalam daun
cahaya dalam terang warna bunga-bunga dengan gairah yang memancar dari segala
sudut cahaya; mengelilingi dengan tarian seonggok batin yang beku terbelenggu
yang fana.
Rabia
bulan
telah menjadi penari
dalam
puisi cinta ini
tarian
cahaya ini
oh,
mata penuh gairah
tengah
membakar diri sendiri
aku
bercinta dalam cahaya
dalam
keagungan cinta
lantas
berdansalah dalam dadamu
dimana
tak seorang pun melihatnya
Rumi
(Dalam
lingkar kebutaan yang memasung segala hasrat merantai)
teruslah
menari kekasihku, sebrangkan rindu kita dari perangkap
batin
yang menyesatkan diri pada lingkar kefanahan ini.
Lepaslah,
lepaslah wahai kekasih. Engkaulah hakikat penawar racun cinta ini.
Rabia
Aku
tengah melihat taman bunga kekasihku, aku melihat
diriku
bersamamu menjadi sepasang simbul ketiadaan yang melampaui keyakinan demi
keyakinanku.
Rumi
Ya,
biarkan ia menjadi roh dari segala cinta yang rindu akan keabadian. Biarkan
perih ini juga untuk mereka yang datang sebagai pecinta di hadapan matahari.
Rabia
Maka
apakah kau ingin aku tertawa untuk membunuh segala kecemasan. Segala kecemasan
untuk mencintai, untuk memelihara nestapa ini? oh, hatiku telah terbakar oleh
cahaya matahari dari kehendakmu itu dan cinta telah menjadi saksi nyala apinya.
Rumi
Tapi
inilah aku dalam bilik para pecinta, aku dapat melihat dengan mata terpejam
keindahan yang menari; mabuk karena cinta. (langkah kecil pada jejak
lingkaran yang merantai) akupun menarikan irama dari dunia yang terus
berputar; sampai aku telah kehilangan akalku dalam dunia percintaan ini.
Rabia
Jadi,
maksudmu aku hanya mencintai diriku sendiri, tak sanggup membunuh keakuanku,
lenyapkan diri dari segala mahadaya cinta!
Oh,
hatiku telah terbakar dalam ketidakkuasaan nyala api gairahku sendiri.
Rumi
Tidak!
Teriakan kerinduan, lolongan kepedihanmu, telah melebur segala jiwa ini.
Rabia
Sebenarnya
aku tengah menanti dengan penuh keihlasan, menatap dalam matamu yan terbius,
dalam malam-malam sujudku.
Rumi
Wahai,
dekaplah gairahku dengan ketenangan segala cinta, karena hanya engkaulah
kekasihku dari keberadaan yang sesungguhnya.
Rabia
akulah
dari segala cintamu, datang dan tinggal bersamamu
dan
kita telah hidup bersebelahan dengan bintangbintang
tapi
engkau telah bersembunyi sekian lama
terhanyut
tak tentu arah dalam lautan cintaku
aku
telah senantiasa bersentuhan denganmu dalam ketakberwujudan
kitalah
tawanan cinta itu sendiri, wahai, datang dan menyatulah denganku
rentangkan
tangan cintamu duhai kekasih
Maka
matilah cinta, mati dalam cinta itu sendiri, mati dalam kesunyian sekian cinta.
Maka hanya cinta pula yang sanggup menghadirkan kepada segenap kehidupan
melampaui laut kebijakan.
Segmen /2/
Seberkas cahaya adalah penyaksian, oleh
karenanya yang menggumpal menjadikan berhala yang licik dalam keberadaan cinta,
dan siapa kan memujanya. Sedang pemuja tak lain adalah ketiadaan yang hampa
dari dunianya sendiri.
Maka pertautan itu; antara cinta dan
berhala, adalah lebih buruk dari segala keberadaan cinta. Suatu realitas yang
musti di tanggung oleh setiap babak dalam bercinta.
Rumi
Wahai
kekasih, hadapkan wujudmu dari penyangkalan keberadaanku, jadikan keyakinan
dari pikiranku sendiri. melenyapkan diri dari dunia bentuk yang akan binasa dan
tidak di lahirkan kembali.
Rabia
Hai,
seruan ini aku belum pernah mendengarnya!
Rumi
Ya,
karena hati kita senantiasa terjebak keadaan yang fana; maka tak ada jalan lain
selain kita berpulang dari ketiadaan untuk memenuhi seruan kekasih.
Rabia
Tapi
aku akan meniupkan nafas cinta ini sebelum segalanya usai. Maka diamlah,
tengarai waktu-waktu kedatangan itu; renggut nafas itu sebagai ruh bagi setiap
kehendak kita.
Rumi
Lantas
seperti jiwa peroleh roh, apakah nafsu api pun menemukan nyala dalam hembusan
itu?
Rabia
Andai
saja jiwa itu tidak mati, ia akan terlatih mencari cahaya dalam tiupan, tanpa harus
mengawali dan mengahirinya.
Rumi
(Dengan
peringai wajah secercah cahaya)
Hiburlah
aku duhai kekasih, dengan rindu dijiwamu akan cahaya!
Rabia
Tapi,
bukankah rindu dan jiwa sama-sama rahasia tersembunyi dalam cinta.
Rumi
Tapi,
ia telah berbisik padaku.
Rabia
Apakah
engkau yang menaruh kerikil di atas daun kering itu?
Rumi
Aku
juga telah mengubur garam dalam tanah.
Rabia
Maka
bukalah matamu pada cahaya benderang, kan kau temukan penawar bagi rindu itu;
terapung di lautan.Seperti sekuntum bunga berduri yang tergeletak di bumi
berdebu dan tak tersentuh; demikianlah pengingkaran, dan penempatan cinta di
hadapan selain cinta. Karena itu mereka tengah memulangkan muka di pancaran
cahaya. Mereka benar-benar memulangkan muka meski mereka tak mengetahui. Lantas
kemana?
Mereka
tenggelam dalm lautan yang mereka ciptakan sendiri dan menempatkan dirinya pada
rahasia cinta di seberang gelombang yang dahsyat. Mereka menjadi jembatan yang
melintasi waktu yang mempertautkan rindu paling rindu.
Jeda;
derita
para pecinta terbakar dalam tarian api hasrat
para
pecinta tinggalkan jejak keberadaan mereka
lolongan
orangorang patah hati
adalah
jalan menuju tuhan
Segmen /3/
Baik Rumi atau Rabia, sesungguhnya
mereka tidak tahu apa-apa mngenai jiwa. Mereka berucap cinta namun tidak
menemukan tali kendali bagi nafsunya yang menjalar. Bukankah di sisih Tuhan,
hawa nafsu menjelma musim kemarau sedang akal dan ruh merupakan esensi musim
semi yang terus menerus.
Maka alirkanlah mata air kehidupan untuk
memperbarui kehidupan bagi taman jiwa, karena sesungguhnya di dalam dada ada
laut penutur yang di penuhi ribuan mutiara. Satu bisikan yang belum pernah
terdengar pada daun-daun; menjadi saripati wujud yang meredakan berbagai cinta
yang menggelisahkan.
Rumi
(Menangkap
cahaya).
Wahai
jiwa yang terperangkap di dalam api kegalauan, inikah malapetaka kesiaan itu?
Kesia-siaan yang akan mendera jiwa tak berkesudahan! Aku akan mengusirmu. (meniup
cahaya itu hingga padam seperti mengusir nafsu keerakahan manusia akan cinta
dan semua menjadi gulita).
Rabia
Inilah
penglihatan kita yang sesungguhnya. Kegelapan ini tak kan berkesudahan. Dan
kita akan kembali kemuasal (dalam penyatuan wujud) keindahan bagaimana
yang abadi dalam semesta ini yang tak di renggut angin musim kemarau? Langit
macam apa yang tak akan meneteskan hujan dan merontokkan daun-daun kering yang
menjadikannya tersungkur ke tanah?
Rumi
Semua
akan binasa dan menjadi reruntuhan; kecuali bisikan kalbu para kekasih. Duhai
yang menguasai segala cinta.
Wujud
mereka yang fana adalah tombak sandaran bagi wujud kita. Wujud yang berangkat
dari keinginan jasmaniah dan perihnya dunia menuju semesta maha luas. Menembus
batas-batas alam jiwa yang jauh.
Cinta
datang dari alam wujud ke alam ketiadaan. Inilah jawaban itu; dan batu-batu,
daun-daun air pun cahaya telah mengetahuinya sejak lama sejak panggilan angin
terpahami oleh kesunyian surga.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar